Manusia Neanderthal mungkin sudah punah sejak 40.000 tahun yang lalu, akan tetapi mereka masih mempengaruhi beberapa penyakit yang diderita dan tinggi badan pada beberapa orang. Hal ini berkat DNA Neanderthal yang diwarisikan oleh nenek moyang orang-orang dari luar Sub Sahara Afrika, yang telah mengawini saudara kita ini, 50.000 tahun yang lalu.
Tengkorak Neanderthal dari tambang Forbes', Gibraltar. Ditemukan tahun 1848. Gambar asli oleh: AquilaGib Lisensi: Creative Commons |
Tim tersebut menemukan bahwa beberapa orang memiliki satu copy gen yang sama dari manusia dan Neanderthal. Ketika membandingkan gen-gen ini, Akey dan timnya menemukan bahwa seperempat menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam aktifitas antara gen versi manusia modern dan Neanderthal. Lebih penting lagi, para peneliti dapat mengidentifikasi varian mana yang lebih dominan (McCoy, et.al. , 2017).
Sebagai suatu contoh, gen Neanderthal mungkin masih melindungi beberapa orang dari penyakit schizophrenia. Sebuah gen yang disebut ADAMTSL3 merupakan faktor resiko yang sudah dikenal dari penyakit schizophrenia, gen ini juga mempengaruhi tinggi badan manusia. Akan tetapi, akibat pengaruh DNA Neanderthal yang masih tertinggal, resiko yang ditimbulkan oleh gen ini menurun dan tinggi badan menjadi meningkat. Akey mengaku terkejut karena ternyata, DNA Neanderthal yang ada dalam tubuh manusia bukan semata-mata sisa hibridisasi yang terjadi 50.000 tahun lalu, tetapi memiliki dampak yang luas dan terukur pada aktifitas gen.
Kebanyakan gen dapat memproduksi berbagai protein berbeda yang manfaatnya beragam bagi jaringan tubuh yang berbeda, bergantung bagaimana sub-unit protein tersebut terangkai. Penelitian Akey menunjukkan bahwa, adanya sisa DNA Neanderthal akan mempengaruhi varian mana dari protein-protein ini yang diproduksi kala ini.
Tony Capra dari Vanderbilt University di Nashville berpendapat bahwa efek-efek ini merupakan hasil dari perubahan pada genetic switch. Genetic switch merupakan mekanisme yang menentukan gen mana yang aktif dan mana yang tidak. Peneltiannya sendiri menunjukkan bahwa Neanderthal memiliki pengaruh pada kelainan-kelainan pada manusia termasuk depresi dan kecanduan.
Akan tetapi pengaruh dari kerabat manusia yang telah punah ini jauh lebih kecil pada otak dan testis (Vasudevan, & Steitz, 2007). Menurut Sankararaman, kecilnya pengaruh Neanderthal pada otak dan testis ini menarik. Hal ini dapat memberikan petunjuk mengenai aspek biologis mana yang paling berbeda antara Neanderthal dan manusia modern (Prüfer, et al. , 2014).
Daftar Pustaka
- McCoy, R. C., Wakefield, J., & Akey, J. M. (2017). Impacts of Neanderthal-Introgressed Sequences on the Landscape of Human Gene Expression. Cell, 168(5), 916-927.
- Prüfer, Kay, et al. (2014). The complete genome sequence of a Neanderthal from the Altai Mountains. Nature, 505(7481), 43-49.
- Sankararaman, S., Patterson, N., Li, H., Pääbo, S., & Reich, D. (2012). The date of interbreeding between Neandertals and modern humans. PLoS Genet, 8(10), e1002947.
- Vasudevan, S., & Steitz, J. A. (2007). AU-rich-element-mediated upregulation of translation by FXR1 and Argonaute 2. Cell, 128(6), 1105-1118.
No comments:
Post a Comment