Sunday, May 31, 2015

Strategi Belajar Apa yang Secara Ilmiah Teruji Berhasil?; dan Strategi Apa yang Hanya Membuang Waktu?

centered-learning-education-project
Author:Roman Woronowycz.
Lisensi gambar: Public Domain
Artikel ini mendiskusikan perbandingan manfaat antar  berbagai strategi belajar berdasarkan bukti-bukti empiris yang ada. Mengetahui manfaat dan kelemahan berbagai strategi belajar amat penting bagi para pendidik, orang tua dan siswa untuk membantu siswa menyerap pengetahuan dengan lebih cepat, memperoleh pemahaman yang kemprehensif dan mempertahankannya dalam ingatan selama bertahun-tahun, bukan saat ujian semata.

Selama lebih dari seratus tahun berbagai strategi belajar, seperti rereading (membaca berulang-ulang), summarizing (meringkas), dan self-testing (latihan soal), telah didesain dan dievaluasi manfaatnya. Beberapa diantara strategi ini terbukti meningatkan nilai akademis siswa, sementara yang lain ternyata tidak efisien dan menghabiskan waktu. Sayangnya hanya sedikit hasil penelitian ini yang pada akhirnya dimanfaatkan dalam proses belajar dan mengajar di kelas. Secara global, mayoritas guru tidak mengetahu strategi belajar yang terbukti manfaatnya secara eksperimental sebaliknya, para siswa tidak dilatih untuk memanfaatkannya. Data empiris bahkan menunjukkan bahwa, secara gobal strategi-strategi belajar yang tidak efektif adalah strategi populer di kalangan siswa. Yang lebih berbahaya, hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu dari strategi populer ini justru dapat menurunkan prestasi belajar.

Kemungkinan, pola global ini salah satunya disebabkan oleh banyaknya jumlah penelitian pada bidang ini. Akibatnya, guru dan siswa kesulitan mengidentifikasi hasil penelitian mana yang menyampaikan strategi belajar paling efektif dan praktis. Untuk menjawab tantangan ini, para peneliti telah mengikhtisarkan dan membandingkan hasil dari sekitar 700 penelitian mengenai strategi belajar.

Terdapat beberapa kriteria yang dipergunakan para peneliti untuk menilai kegunaan suatu strategi. Pertama, strategi belajar dianggap unggul jika dapat dipergunakan dalam berbagai kondisi belajar, baik untuk belajar mandiri maupun berkelompok. Kedua, strategi yang unggul harus dapat dimanfaatkan oleh berbagai kalangan dengan latar belakang usia dan pengetahuan yang bervariasi. Ketiga, manfaat-manfaat strategi belajar ini harus telah teruji dalam eksperimen di kelas atau di dunia nyata. Keempat, strategi belajar dianggap unggul jika dapat dipergunakan untuk mempelajari berbagai macam subjek dan dapat menunjukkan peningkatan skor ketika diuji dengan tes yang valid untuk subjek tersebut (misalnya TOEFL atau IELTS untuk mata pelajaran bahasa inggris). Kelima, manfaat yang diperoleh dari sebuah strategi belajar harus dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama.

Dengan kriteria-kriteria ini, diidentifikasi dua strategi belajar yang dianggap unggul. Manfat kedua strategi ini telah teruji secara kokoh (robust) dan relevan dalam berbagai situasi. Selain kedua strategi tersebut, diidentifikasi pula tiga strategi yang dapat dianjurkan, bilamana kedua strategi unggul tadi tidak memungkinkan. Diidentifikasi pula tiga strategi populer yang perlu dihindari oleh siswa. Ketiga strategi ini tidak dianjurkan karena manfaatnya hanya berlaku pada kondisi-kondisi tertentu, atau karena tidak terdapat cukup bukti akan peningkatan prestasi akademis yang diperoleh dengan strategi-strategi ini. Para peneliti juga berharap adanya upaya-upaya lebih lanjut untuk menguji strategi-strategi lain yang belum mereka cakup dalam perbandingan ini. Mereka juga berharap agar guru dan siswa dapat menghindari penggunaan strategi-strategi yang belum teruji secara ilmiah.

Strategi-strategi belajar yang unggul

Self-testing : latihan soal

Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan dalam self-testing misalnya, mengerjakan latihan soal dari buku pelajaran. Tehnik lain misalnya membuat sendiri pertanyaan dalam bentuk kartu. Kartu-kartu ini kemudian diacak dan siswa berusaha menjawab pertanyaan pada kartu yang terambil. Metode ini sebenarnya kurang digemari oleh para siswa, akan tetapi ratusan eksperimen menunjukkan bahwa metode ini dapat meningkatkan jumlah materi yang dikuasai dan lamanya suatu materi bertahan dalam memori.

Dalam salah satu eksperimen, sejumlah siswa diberi serangkaian padanan kata Swahili-Inggirs. Kelompok pertama menghafal padanan kata ini dengan membaca berulang-ulang sementara, kelompok kedua menghafalkan dengan melakukan self testing. Hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa kelompok kedua dapat mengingat 80% dari padanan kata yang diberikan, sementara kelompok pertama hanya dapat mengingat 36%. Salah satu teori yang telah diterima menyatakan bahwa self testing dapat mengaktivasi long term memory sehingga di dalam mental terbentuk banyak lajur untuk mengakses informasi yang dibutuhkan. Strategi ini lebih efektif apabila sering dilakukan dan ketika partisipan menerima feedback jawaban yang benar.

Eksperimen menunjukkan bahwa manfaat self testing muncul pada berbagai kelompok usia, semenjak pra sekolah, mahasiswa, hingga paruh baya. Self testing juga bermanfaat untuk menguasai berbagai informasi faktual, dari kosa kata bahasa asing hingga anatomi tumbuhan. Self testing bahkan dapat meningkatkan memori pada partisipan yang menderita Alzheimer.

Tehnik ini juga tetap bermanfaat walaupun format dalam latihan berbeda dengan format ujian sebenarnya. Misalnya, dalam latihan dipergunakan pilihan berganda akan tetapi format ujiannya adalah essay. Self testing dapat dilakukan sendiri, tanpa keahlian khusus dan dengan berbagai media, misalnya secara tertulis, menggunakan kartu, tebak-tebakan (quiz) atau menggunakan komputer. Terdapat juga tehnik khusus untuk membantu melakukan self testing yang disebut Cornell note taking system. Secara umum, dampak yang diperoleh dari self testing dapat bertahan dalam hitungan bulan bahkan tahun.

Ilustrasi, bagaimana membuat catatan dengan Cornell Note taking system, dan mempergunakan catatan ini untuk melakukan self testing 

Distributed practice : Mencicil     

Sistem kebut semalam yaitu berupaya menyerap seluruh materi sehari sebelum ujian merupakan strategi populer dikalangan siswa dan mahasiswa. Strategi ini tdak efektif karena besarnya beban kerja otak. Eksperimen klasik menunjukkan bahwa belajar dengan mencicil dapat memberikan hasil yang lebih memuaskan. Dalam eksperimen ini sejumlah siswa diberi daftar padanan kata Inggris-Spanyol yang dibagi dalam enam sub bab. Kelompok siswa pertama menghafalkan keenam sub bab ini selama sehari penuh, kelompok kedua menghafal dalam 6 sesi (1 sub bab tiap sesi) dengan jarak antar sesi satu hari, kelompok ketiga juga menghafal dalam 6 sesi, akan tetapi jarak antar sesinya adalah 30 hari. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan paling tinggi diperoleh para dari siswa kelompok ketiga. Perbandingan antar 254 penelitian dengan lebih dari 14000 partisipan menunjukkan bahwa partisipan yang belajar dengan mencicil secara rata-rata dapat mengingat 47% materi yang diberikan, sementara yang tidak hanya mampu mengingat 37%.

Berbagai eksperimen menunjukkan bahwa manfaat strategi ini dapat dirasakan oleh anak-anak (semenjak usia 3 tahun), mahasiswa, bahkan kelompok usia lanjut. Strategi ini juga dapat dipergunakan untuk menguasai berbagai materi seperti kosa kata, makna kata, matematika, keterampilan musik bahkan pembedahan.

Untuk menerapkan strategi ini siswa perlu membagi sendiri topik-topik dalam buku teks, agar beban pada setiap sesi kira-kira sama. Interval antar sesi belajar akan sangat menentukan keberhasilan strategi ini. Satu eksperimen menunjukkan bahwa performa tertinggi strategi ini diperoleh ketika interval antar sesi bernilai 10-20% dari selang waktu suatu materi perlu diingat. Misalnya jika kita akan ujian 5 hari lagi, maka jarak antar sesi belajar yang tepat adalah 0,5 - 1 hari. Beberapa pakar berpendapat bahwa selang waktu yang panjang ideal untuk mempertahankan konsep-konsep dasar yang mendasari konsep-konsep selanjutnya.

Strategi-strategi belajar yang dapat disarankan

Manfaat strategi-strategi belajar berikut ini belum diuji secara luas, terutama dengan menggunakan eksperimen di dunia nyata. Akan tetapi, hasil studi-studi terbatas menunjukkan bahwa strategi-strategi ini berpotensi meningkatkan hasil belajar siswa.

Elaborative interrogation

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa mengeksplorasi penyebab mengapa suatu hal terjadi (why question) dapat memfasilitasi proses belajar. Dalam strategi ini partisipan berupaya mengeksplorasi penjelasan bagi setiap fakta yang ia temukan. Misalnya mengapa suatu hal terjadi, atau mengapa suatu kejadian masuk akal. Pertanyaan ini dijawab berdasarkan pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki. Jawaban pertanyaan elaborative ini tidak harus benar secara empirik, yang penting siswa dapat menghubungkan pengetahuan sebelumnya untuk menyerap fakta baru.

Ilustrasi elaborative interrogation, diadaptasi dari McDaniel & Donnelly (1996). Sumber gambar : http://pixabay.com/en/job-interview-colleagues-business-437026/; Author: Ibrahim Adabara ; Lisensi Gambar: CC0 Public Domain 

Satu eksperimen menunjukkan bahwa kelompok yang menggunakan strategi ini dapat mengingat 72% fakta yang diberikan, sementara kelompok yang sekedar membaca hanya mampu mengingat 37%. Strategi ini dinilai cukup praktis, hanya membutuhkan sedikit latihan dan waktu yang singkat. Dalam salah satu eksperimen, kelompok yang menggunakan strategi ini hanya membutuhkan waktu 32 menit sementara kelompok yang melakukan rereading membutuhkan waktu 28 menit.

Sayangnya, strategi ini hanya dapat dilakukan ketika partisipan telah memiliki pengetahuan mengenai topik yang dibahas. Manfaat strategi ini meningkat sebanding dengan jumlah informasi terdahulu yang telah dimiliki. Misalnya, mahasiswa Jerman akan lebih mudah menerapkan strategi ini untuk mempelajari fakta-fakta mengenai berbagai wilayah di Jerman, dibandingkan ketika membahas fakta-fakta serupa di Kanada. Ini dikarenakan pengetahuan sebelumnya amat penting bagi partisipan untuk menghasilkan penjelasan logis mengenai kebenaran suatu fakta.

Manfaat strategi ini muncul pada berbagai kelompok usia, dari mulai siswa kelas empat sampai dengan mahasiswa tingkat akhir. Walaupun strategi ini dapat meningkatkan kemampuan mengingat, belum teruji apakah partisipan dapat memperoleh pemahaman yang komprehensif. Indikasi mengenai berapa lama suatu fakta dapat diingat juga belum jelas.

Self-explanation   

Pada strategi ini siswa dituntut untuk menjelaskan sendiri apa yang telah dipelajarinya. Menjawab pertanyaan mengenai informasi apa yang telah ia peroleh, dan menjelaskan hubungan antara informasi baru ini dengan informasi sebelumnya. Strategi ini juga diindikasikan dapat membantu siswa untuk menyerap informasi baru dan memadukannya dengan pengetahuan sebelumnya.

Ilustrasi proses self explanation, diadaptasi dari Hodds et.al (2014). Sumber gambar: http://www.wpclipart.com/education/teacher/teaching_large.png.html, lisensi gambar: Public Domain

Manfaat dari strategi ini diamati pada partisipan dengan berbagai usia, dari siswa taman kanak-kanak hingga mahasiswa. Strategi ini dapat meningkatkan kemampuan memecahkan permasalahan matematika dan logika, memahami teks naratif dan bermain catur. Pada anak usia dini, strategi ini dapat membantu mempelajari bilangan atau pola. Selain dapat meningkatkan memori, strategi ini juga dapat membentuk pemahaman yang komprehensif dan meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Sayangnya belum banyak penelitian yang mengukur berapa lama pemahaman partisipan bertahan dalam memori, dan apa dampak pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya terhadap hasil strategi ini.

Belum jelas apakah strategi ini praktis untuk dipergunakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa partisipan dapat menggunakan strategi ini dengan sedikit latihan, akan tetapi penelitian lain menunjukkan bahwa strategi ini memakan banyak waktu. Beberapa penelitian juga mengindikasikan bahwa tanpa instrusksi yang tepat partisipan cenderung menceritakan ulang informasi yang diperoleh, bukan berupaya menjelaskannya.

Interleaved practice

Dalam belajar, siswa cenderung menghafalkan tipe permasalahan satu per satu. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa mengkombinasikan berbagai informasi dan tipe permasalahan sekaligus, berdampak positif terhadap hasil belajar. Dalam salah satu eksperimen, siswa diminta untuk mempelajari proses menghitung volume dari empat bangun ruang berbeda. Satu kelompok diminta untuk mempelajari proses perhitungan volume tiap bangun secara terpisah. Pada kelompok kedua keempat problem ini dipadukan. Ketika diuji seminggu kemudian, kelompok kedua dapat menyelesaikan problem yang diberikan 43% lebih akurat. Interleaved practice mendorong siswa untuk menyeleksi metode yang sesuai dan membandingkan berbagai tipe problem.

Untuk melaksanakan strategi ini siswa biasanya diperkenalkan dan dilatih terlebih dahulu pada salah satu problem. Begitu problem kedua diperkenalkan, pembahasan problem ini dipadukan dengan problem yang sebelumnya telah dipelajari

Ilustrasi Interleaved Practice, diadaptasi dari Rohrer et.al (2014). Sumber gambar: http://pixabay.com/en/moe-woman-girl-manga-anime-cartoon-595959/; Author: Ryo Taka; Lisensi Gambar: CC0 Public Domain 
Strategi ini cocok untuk mempelajari tipe-tipe permasalahan yang mirip, sehingga mungkin untuk melakukan perbandingan. Sebagian ahli berpendapat bahwa manfaat strategi ini hanya dapat dirasakan oleh mereka yang memang memiliki kemampuan berfikir yang baik. Hasil eksperimen yang diperoleh juga bervariasi bergantung pada materi yang dipergunakan. Strategi ini berdampak positif untuk mempelajari aljabar dan keterampilan praktis seperti dalam dunia medis. Akan tetapi, belum terbukti efektif untuk mempelajari kosa kata atau bahasa asing. Sayangnya lagi, memadukan pembahasan topik baru dengan bahasan sebelumnya sering membutuhkan waktu lebih lama.
      

Strategi-strategi belajar yang perlu dihindari

Strategi-strategi belajar berikut ini perlu dihindari oleh siswa karena tidak efektif, tidak efisien, hanya bermanfaat pada kasus-kasus tertentu dan tidak dapat mempertahankan informasi dalam jangka waktu yang lama.

Highlighting dan Summarizing : Menggaris bawahi dan meringkas

Menggaris bawahi sering dipergunakan untuk meringkas materi, dengan harapan informasi menjadi lebih mudah diserap. Strategi ini sederhana dan mudah dilakukan, akan tetapi hasil eksperimen pada anggota angkatan udara Amerika, anak-anak dan mahasiswa menunjukkan bahwa strategi ini tidak efektif. Beberapa hasil studi malah menunjukkan bahwa strategi ini dapat menurunkan capaian belajar. Tidak efektifnya strategi ini tidak bergantung pada materi yang dipelajari maupun panjang pendeknya teks. Stretegi ini diduga mendorong siswa untuk menghafalkan setiap poin secara individual tanpa berupaya membuat relasi antar informasi. Hal ini menyebabkan pemahaman materi hanya tersimpan sebentar dalam memori.

Walaupun demikian, pada awal proses belajar strategi ini dapat dipergunakan untuk menandai topik-topik penting pada buku teks. Bagian-bagian ini kemudian dapat dikonversi dengan menggunakan Cornell note taking system, yang telah disinggung sebelumnya. Catatan ini selanjutnya dapat dipergunakan untuk melakukan self testing yang terbukti lebih bermanfaat.

Strategi lain yang serupa dengan highlighting adalah summarizing. Perbedaannya dalam summarizing siswa menuliskan kembali poin-poin penting dari buku teks. Berbeda dengan Cornell note taking system, tidak terdapat struktur bagaimana suatu perlu diringkas. Banyaknya variasi ini membuat mamfaat strategi ini sulit diuji lewat eksperimen agar dapat dibuktikan.

Rereading : Membaca berulang-ulang

Di dunia, ini merupakan strategi yang paling populer dikalangan mahasiswa (+/- 84%). Strategi ini dianggap setidaknya mampu membantu mengisi otak, tidak membutuhkan waktu yang lama dan tidak membutuhkan keterampilan apa-apa. Sayangnya, jumlah penelitian yang mengeksplorasi manfaat rereading sangat terbatas. Juga belum terdapat cukup bukti bahwa rereading dapat membantu membentuk pemahaman yang komprehensif. Beberapa studi mengindikasikan bahwa pertambahan informasi yang diserap memori paling besar terjadi ketika seseorang membaca materi untuk kedua kalinya, sementara dampak pengulangan selanjutnya sangat kecil.

Karena dalam berbagai eksperimen performa strategi ini kalah dengan strategi-strategi lain, maka sebaiknya strategi ini dihindari. Kalaupun ingin melakukannya, disarankan tidak membaca topik yang sama lebih dari dua kali.

Pelajaran yang dipetik

Rangkuman dari para peneliti ini menunjukkan bahwa selain materi yang perlu diajarkan, pemilihan strategi belajar yang tepat juga perlu diperhatikan dalam pendidikan. Mengetahui strategi yang efektif dapat membantu para pendidik, orang tua dan siswa untuk merencanakan dan melaksanakan proses belajar. Dengan strategi yang tepat siswa dapat memperoleh pemahaman yang komprehensif dan mampu mempertahankannya lebih lama dalam memori. Selain meningkatkan prestasi akademis, hal ini dapat membentuk kecakapan dan keterampilan lulusan baik dalam dunia kerja maupun kehidupan sehari-hari.

Rangkuman ini juga mengindikasikan celah-celah yang masih perlu dikaji oleh para pakar pendidikan khususnya di Indonesia. Pertama apakah hasil-hasil studi dari negara barat ini sensitif terhadap kondisi kultural? Kedua, pada tingkat pendidikan apa setiap strategi paling cocok untuk mulai diterapkan? Ketiga, strategi apa yang paling cocok untuk diterapkan pada setiap mata pelajaran? Keempat dan yang paling menarik bagi saya pribadi adalah apa efek dari kombinasi beberapa strategi. Misalnya, apakah self testing dilakukan dengan distributed practice dampaknya lebih besar dibandingkan dengan self testing yang dilakukan sehari sebelum ujian. Contoh lain, apakah terlebih dahulu melakukan highlighting pada buku teks dapat meningkatkan kualitas Cornell notes yang dibuat siswa?

Saya berharap menyebarnya informasi ini dan terisinya celah-celah di atas dapat membantu mewujudkan generasi penerus bangsa yang lebih cemerlang, cakap dan terampil.
          

Daftar Pustaka

  • Carpenter, S. K., Cepeda, N. J., Rohrer, D., Kang, S. H., & Pashler, H. (2012). Using spacing to enhance diverse forms of learning: Review of recent research and implications for instruction. Educational Psychology Review, 24(3), 369-378.
  • Dunlosky, John , Rawson, Katherine A., Marsh, Elizabeth J., Nathan, Mitchell J. , & Willingham, Daniel T. (2013). What Works, What Doesn't. Scientific American Mind, 47-53.
  • Hodds, M., Alcock, L., & Inglis, M. (2014). Self-explanation training improves proof comprehension. Journal for Research in Mathematics Education45(1), 62-101.
  • McDaniel, M. A., & Donnelly, C. M. (1996). Learning with analogy and elaborative interrogation. Journal of Educational Psychology, 88(3), 508.
  • Rawson, K. A., & Dunlosky, J. (2012). When is practice testing most effective for improving the durability and efficiency of student learning?. Educational Psychology Review, 24(3), 419-435.
  • Roediger, Putnam & Smith (2011) Ten Benefits of Testing and Their Applications to Educational Practice. Psychology of Learning and Motivation, Vol.55: Cognition in Education.
  • Rohrer (2012) Interleaving Helps Students Distinguish among Similar Concepts. Educational Psychology Review, Vol. 24, No. 3, pages 355–367
  • Rohrer, D., Dedrick, R. F., & Burgess, K. (2014). The benefit of interleaved mathematics practice is not limited to superficially similar kinds of problems. Psychonomic bulletin & review, 21(5), 1323-1330            

Saturday, May 23, 2015

Bagaimana Cara Meningkatkan Kemampuan Berfikir Otak?

Penelitian-penelitian paling mutakhir mengisyaratkan bahwa beberapa jenis latihan dapat membuat anda menjadi lebih pandai.

Sumber gambar:
http://pixabay.com/en/brain-mind-mindset-mindfulness-744180/
Creator: johnhain
Lisensi gambar CC0 Public Domain  
Jika anda ingin memperkuat otot perut, maka anda dapat melakukan sit-up. Untuk memperindah tubuh bagian atas maka anda dapat melakukan push up. Sayangnya hanya sedikit pengetahuan yang kita miliki mengenai cara untuk melatih otot-otot intelektual, atau untuk meningkatkan kemampuan akademik putera puteri kita. Latihan yang dapat memperpanjang ingatan, meningkatkan atensi dan mempertajam intelegensia tentu dapat meningkatkan kesempatan bagi anak-anak untuk memperoleh kehidupan yang nyaman. Hal ini juga tentunya amat bermanfaat bagi orang dewasa.

Kebanyakan orang berprasangka bahwa sekeras apapun upaya yang dilakukan tidak akan dapat membuat kita semakin cerdas. Subjek sebuah penelitian laboratorium yang dilakukan oleh John Jonides dan rekan-rekannya di Jonideslab Michigan menunjukkan reaksi yang berbeda. Mereka menunjukkan peningkatan IQ setelah melakukan pelatihan untuk otak selama tiga minggu. Peningkatan IQ ini cukup signifikan sehingga setidaknya sebagian partisipan merasakan dampaknya pada kegiatan mereka sehari-hari misalnya, dalam hal kemampuan bermain catur dan kemampuan dalam membaca not balok ketika bermain piano.

Bagaimana hal ini mungkin terjadi? Para peneliti selama ini meyakini bahwa fluid intelligence, yang merepresentasikan kemampuan manusia untuk menyelesaikan tugas baru (tanpa memiliki pengalaman sebelumnya), merupakan atribut yang tidak dapat ditingkatkan, kemampuan ini diwariskan pada saat manusia dilahirkan. Pada kenyataannya, fluid intelligence sekitar 50% - 80% memang dapat diwariskan, seperti layaknya tinggi badan. Akan tetapi kecerdasan ini masih dapat diasah. Sebagaimana nutrisi yang dapat mempengaruhi tinggi badan, berbagai variabel lingkungan dapat mempengaruhi cemerlang atau tidaknya pikiran seseorang. Sebagai contoh, Flynn effect. Efek ini menunjukkan bahwa walaupun komposisi genetis dalam suatu populasi cenderung stabil, skor intelegensi misalnya SAT terus meningkat selama 65 tahun terakhir. Hal ini bermakna bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi peningkatan skor intelegensi ini.

Karena fluid intelligence berdampak besar terhadap prestasi akademis, karir dan kesuksesan, para peneliti telah lama mencari jalan untuk meningkatkan atribut ini. Beberapa upaya yang telah dilakukan misalnya dengan mendesain berbagai strategi pengajaran dan belajar, serta strategi pengerjaan ujian. Sayangnya kebanyakan upaya ini gagal atau setidaknya tidak terlalu berhasil. Para peneliti di JonidesLab berupaya untuk mengeksplorasi manfaat dari berbagai latihan kognitif, khususnya yang berkaitan dengan working memory. Working memory atau yang juga dikenal sebagai short-term memory bertugas untuk menjaga kesiapan informasi-informasi vital sehingga otak dapat mengaksesnya saat memecahkan suatu masalah. Metal aritmatika adalah salah satu contoh latihan yang mengandalkan working memory. Secara lebih luas sistem penyimpanan ini diduga sebagai salah satu komponen penting dalam fluid intelligence.

Banyak hasil penelitian yang telah menunjukkan bahwa variasi working memory pada individu berdampak setidaknya 25% pada variasi fluid intelligence. Penelitian di JonidesLab menunjukkan bahwa memperkuat kemampuan ini dapat meningkatkan skor yang diperoleh pada tes yang dipergunakan untuk mengukur fluid intelligence, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Yang mengejutkan, latihan-latihan ini ternyata tidak bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas working memory, akan tetapi dapat membuang informasi-informasi yang tidak diperlukan dari memory ini. Lebih lanjut, mereka menemukan bahwa semakin banyak latihan yang dilakukan maka bagian otak yang dipergunakan oleh working memory menjadi semakin tidak aktif. Ini artinya otak semakin efisien dalam memanfaatkan working memory sehingga proses yang dilakukan semakin cepat. Akan tetapi, area yang sama menjadi lebih aktif ketika beristirahat. Hal ini menunjukkan bahwa otak menjadi lebih siap untuk melakukan berbagai jenis tugas.

Apakah latihan dapat meningkatkan kecerdasan?

Pada tahun 90-an para ahli psikologi dan neuroscience membuat terobosan besar dalam memahami proses kognitif yang mendasari fluid intelligence, terutama peran prefrontal cortex, bagian otak yang memiliki fungsi eksekutif. Prefrontal cortex yang terletak di belakang kening diantaranya berfungsi untuk mengatur atensi, impuls dan mengkoordinasikan informasi yang datang dari berbagai bagian otak lainnya. Fungsi-fungsi ini memungkinkan manusia untuk melakukan perencanaan, membuat keputusan, mengidentifikasi kesalahan dan melanggar kebiasaannya. Seiring dengan berkembangnya pemahaman akan hal ini muncullah pertanyaan mengenai kemungkinan adanya intervensi yang dapat memperkuat fungsi-fungsi ini dan apakah meningkatnya fungsi-fungsi ini dapat meningkatkan daya pikir. 

Torkel Klingberg dan rekan-rekannya dari Sweden’s Karolinska Institute merupakan salah satu kelompok pakar yang berupaya untuk menjawab pertanyaan ini. Pada tahun 2002 mereka membangun sebuah program komputer khusus untuk melatih working memory dan menerapkannya pada tujuh orang anak yang menderita Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Mereka meminta tujuh penderita ADHD lain untuk memainkan permainan komputer yang lebih sederhana. Setelah lima minggu kelompok yang memainkan program pelatihan working memory menunjukkan penurunan simtom ADHD yang mereka idap. Yang lebih menggembirakan, mereka dapat memperoleh skor yang lebih tinggi ketika diuji dengan tes pengukuran fluid intelligence yang ada. Hasil serupa juga ditemui ketika eksperimen ini diulangi pada sampel yang melibatkan 44 orang anak. Simpulan ini memnginspirasi para ahli kognitif lain untuk mempelajari lebih lanjut manfaat fungsi ekskutif dalam upaya meningkatkan IQ.

Selama dekade terakhir para peneliti telah memperoleh kemajuan yang menggembirakan. Melatih atensi anak dan melatih kemampuan mereka dalam musik terbukti dapat meningkatkan skor intelegensia. Memainkan permainan kartu yang khusus didesain untuk melatih nalar selama 20 jam, terbukti dapat meningkatkan skor IQ, dari anak-anak yang memiliki tingkat sosio-ekonomi rendah, setidaknya sebanyak 13 poin. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa fluid intelligence yang dimiliki oleh orang dewasa meningkat setelah memainkan game komputer Rise of Nation, atau latihan lain yang menuntut penggunaan working memory (Kalau ada yang mau eksperimen pakai seri games Total War, Civilization atau FIFA Manager undang saya jadi subjek ya........ :D).

Para peneliti di JonidesLab juga berupaya untuk mendesain intervensi yang menuntut subjek untuk dapat mengubah-ubah perhatiannya dari satu informasi ke informasi lain. Proses desain ini dilakukan dengan memodifikasi suatu uji yang disebut The n-back test. Pada tes ini partisipan diminta untuk mengingat gambar, huruf atau angka yang muncul pada selang waktu ke n yang telah lalu.

Ilustrasi n - back test dengan n = 2. Pada tes ini partisipan diminta untuk mengingat gambar yang muncul dua langkah sebelumnya. Urutan seluruh gambar yang muncul adalah ular, sapi, macan tutul, sapi, ayam jantan, macan tutul. Sumber gambar http://www.wpclipart.com/, lisensi gambar public domain (PD)
Tes hasil modifikasi ini disebut dengan The dual n-back test. Pada uji ini partisipan diminta untuk mencocokan gambar yang muncul dan suara yang diperdengarkan di komputer. Latihan yang dirancang di JonidesLab dapat diubah-ubah tingkat kesulitannya dengan meningkatkan nilai n. Akibatnya tantangan yang dihadapi partisipan meningkat seiring dengan peningkatan kemampuan mereka. Dengan demikian mereka meyakini bahwa latihan yang mereka rancang dapat berfungsi sebagaimana latihan kardiovaskular yang dapat meningkatkan berbagai aspek kemampuan berfikir yang dimiliki manusia.

Desain latihan dual n-back dan reaksi spontan responden

Dengan dapat memvariasikan tingkat kesulitan yang mereka rancang, para peneliti ini berharap dapat mengesampingkan peningkatan skor yang terjadi akibat repetisi. Mereka berharap bahwa skor yang terukur merupakan hasil dari keputusan yang dibuat secara spontan oleh partisipan. Para peneliti telah lama memperdebatkan apakah latihan otak benar-benar dapat meningkatkan kecerdasan atau hanya membiasakan otak untuk memecahkan suatu permasalahan tertentu. Misalnya, dalam kompetisi dimana peserta diminta untuk menghafalkan 200 nama orang yang baru mereka kenal secara terurut. Mereka mampu untuk mengingat nama-nama ini karena otak mereka terbiasa untuk menghafal, tetapi bukan karena mereka menjadi lebih cerdasa. Modifikasi n-back test ini dipercaya mampu melatih banyak aspek dari kemampuan berfikir.

Manfaat latihan dual n-back untuk meningkatkan skor intelegensia 

Eksperimen yang dilakukan di JonidesLab menguji manfaat latihan ini pada 70 orang dewasa muda. Para partisipan dibagi dalam empat kelompok. Setiap kelompok melakukan latihan dual n-back selama satu, dua, tiga atau empat minggu. Dibentuk juga satu kelompok tambahan yang tidak melakukan pelatihan dual n-back sama sekali. Tes paska perlakuan yang dilakukan menunjukkan bahwa skor kelompok yang tidak melakukan pelatihan dual n-back tetap. Keempat kelompok yang melakukan pelatihan duan n-back meningkat secara signifikan. Besar peningkatan skor yang terjadi proporsional dengan lama pelatihan yang diterima setiap kelompok. Semakin lama pelatihan yang diterima maka peningkatan skor yang terjadi semakin dramatis. Eksperimen lanjutan yang melibatkan kelompok dewasa usia 65 tahun atau lebihpun menunjukkan hasil yang serupa.

Eksperimen yang dilakukan terhadap anak-anak menujukkan variasi hasil yang lebih beragam. Untuk melakukan eksperimen ini latihan dual n-back dikonversi ke dalam bentuk game. Para partisipan yang rata-rata berusia sembilan tahun berlatih dengan game ini selama sebulan. Kelompok anak lain dilatih selama sebulan dengan menggunakan software knowledge trainer. Software ini bertujuan untuk memperkenalkan fakta-fakta umum dan kosa kata.

Tidak seluruh anak yang melakukan latihan dual n-back berhasil meningkatkan skor intelegensianya. Sebagian menunjukkan minat yang rendah bahkan merasa frustasi ketika tingkat kesulitan dinaikkan. Akan tetapi anak yang berhasil meraih skor tinggi pada game ini juga menunjukkan peningkatan skor intelegensia yang tinggi. Bahkan tiga bulan setelah pelatihan ini usai, anak-anak ini mampu mempertahankan sebagian besar peningkatan fluid intelligence yang mereka peroleh. Sementara, kelompok anak yang dilatih dengan menggunakan software knowledge trainer tidak merasakan manfaat yang serupa.

Pengkondisian Mental

Para peneliti menyimpulkan bahwa n-back training berdampak mengurangi renspons spontan yang muncul karena impuls yang bersifat rutin. Sebagai contoh, anak-anak yang dilibatkan dalam eksperimen di JonidesLab ini telah dites terlebih dahulu sebelum mengikuti pelatihan. Dalam tes ini mereka ditujukkan serangkaian huruf secara acak. Mereka harus menjawab "ya" setiap kali meliht huruf yang bukan huruf X. Karena 90 persen huruf yang ditampilkan bukan huruf X, maka anak-anak terbiasa untuk secara cepat menjawab "ya" (walaupun kadang-kadang yang ditampilkan adalah huruf X). Setelah mengikuti latihan n-back, respons yang diberikan anak-anak ini dalam tes yang serupa lebih lambat, akan tetapi tingkat kesalahannya menjadi berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa latihan n-back dapat meningkatkan kewaspadaan manusia dalam membuat keputusan.

Dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) tim peneliti ini juga berupaya untuk mengidentifikasi apakah dampak latihan n-back terhadap kerja otak. Hasil MRI menunjukkan aktifitas yang tinggi di bagian prefrontal dan parietal cortex, dibelakang frontal cortex, pada hari-hari awal eksperimen. Pola ini umum ditemui ketika otak tengah menggunakan banyak working memory. Akan tetapi setelah menjalani latihan selama seminggu, aktifitas di daerah ini berkurang, padahal performa partisipan dalam latihan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa latihan ini dapat meningkatkan efisiensi kerja otak, sama halnya seperti mesin mobil yang tidak membutuhkan lagi banyak daya setelah berjalan dengan perseneling yang tinggi. Selain itu, hasil MRI juga menunjukkan bahwa, setelah melakukan latihan, aliran darah di otak meningkat ketika otak sedang beristirahat. Aliran darah yang lebih banyak ini menunjukkan ondisi otak yang lebih fit dan lebih siap untuk menerima tugas selanjutnya. Pola-pola MRI ini dianggap dapat menjelaskan mengapa latihan n-back dapat meningkatkan working memory dan skor intelegensia seseorang. Hal ini juga dianggap dapat menjelaskan mengapa manfaat yang diperoleh dapat bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama setelah eksperimen selesai.

Tentu saja dampak yang diperoleh dari latihan ini dan manfaat yang diperoleh partisipan dari pelatihan ini bervariasi dan masih harus dieksplorasi. Sebagai contoh bagaimana tingkat intelegensia awal dan kebiasaan belajar para partisipan sebelumnya, dapat mempengaruhi dampak yang diperoleh melalui latihan n-back. Selain itu, perlu diteliti bagaimana motivasi yang ditunjukkan oleh partisipan selama melakukan latihan n-back dapat mempengaruhi peningkatan skor yang mereka peroleh.

Selain penelitian-penelitian kognitif ini, para peneliti juga tengah berupaya untuk mempelajari dampak umum dari eksperimen mereka. Misalnya bagaimana peningkatan skor yang diperoleh selama latihan n-back dapat berpengaruh terhadap prestasi akademis dan performa manusia dalam menjalankan tugas sehari-hari. Mereka juga tengah berupaya untuk mengkontekstualkan eksperimen mereka dalam setting pendidikan. Mereka berharap bahawa peningkatan skor intelegensia yang diperoleh dari latihan ini dapat membuat manusia menjadi lebih pandai, lebih sehat dan lebih bahagia.
        

Daftar Pustaka

  • Basak, C.; Boot,  W. R.; Voss,  M. W. and Kramer, A. F. (2008) Can Training in a Real-Time Strategy Video Game Attenuate Cognitive Decline in Older Adults? . Psychology of Aging, Vol. 23, No. 4, pages 765–777
  • Jaeggi, S.M.; Buschkuehl, M; Jonides, J; and Perrig, W.J (2008) Improving Fluid Intelligence with Training on Working Memory. Proceedings of the National Academy of Sciences USA, Vol. 105, No. 19, pages 6829–6833
  • Jaeggi, S.M.; Buschkuehl, M; Jonides, J. and Shah, P. (2011) Short- and Long-Term Benefits of Cognitive Training.  Proceedings of the National Academy of Sciences USA, Vol. 108, No. 25, pages 10,081 –10,086.
  • JONIDES, J., JAEGGI, S. M., BUSCHKUEHL, M. & SHAH, P. 2012. Building Better Brains. Scientific American.
  • Klingberg, T.; Fernell, E.; Olesen, P.J; Johnson, M.; Gustafsson, P.; Dahlström, K.; Gillberg, C.G.; Forssberg, H. and Westerberg, H. (2005) Computerized Training of Working Memory in Children with ADHD—A Randomized, Controlled Trial. Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, Vol. 44, No. 2, pages 177–186
  • Mackey, A.P.; Hill, S.S.; Stone, S.I. and Bunge, S.A. (2011) Differential Effects of Reasoning and Speed Training in Children. Developmental Science, Vol. 14, No. 3, pages 582–590
  • Moreno, S. Bialystok, E.; Barac, R.; Schellenberg, E.G. Cepeda, N.J. and Chau, T. (2011) Short-Term Music Training Enhances Verbal Intelligence and Executive Function. Psychological Science, Vol. 22, No. 11, pages 1425–1433      

ShareThis