Saturday, March 11, 2017

Pengaruh Warisan Genetik Neanderthal pada Manusia Modern

Manusia Neanderthal mungkin sudah punah sejak 40.000 tahun yang lalu, akan tetapi mereka masih mempengaruhi beberapa penyakit yang diderita dan tinggi badan pada beberapa orang. Hal ini berkat DNA Neanderthal yang diwarisikan oleh nenek moyang orang-orang dari luar Sub Sahara Afrika, yang telah mengawini saudara kita ini, 50.000 tahun yang lalu.

Tengkorak Neanderthal dari tambang Forbes', Gibraltar.
Ditemukan tahun 1848.
Gambar asli oleh: AquilaGib
Lisensi: Creative Commons
Bukti-bukti bahwa gen Neanderthal mempengaruhi manusia modern muncul dari analisis mendalam atas DNA dari 214 orang berdarah Eropa di Amerika Serikat. Dengan membandingkan DNA mereka terhadap DNA Neanderthal, yang genomenya diurutkan pada tahun 2008, sebuah tim yang dipimpin oleh Joshua Akey di University of Washington mengidentifikasi gen Neanderthal mana yang telah diwariskan dan masih aktif dalam 52 jaringan tubuh manusia yang berbeda.

Tim tersebut menemukan bahwa beberapa orang memiliki satu copy gen yang sama dari manusia dan Neanderthal. Ketika membandingkan gen-gen ini, Akey dan timnya menemukan bahwa seperempat menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam aktifitas antara gen versi manusia modern dan Neanderthal. Lebih penting lagi, para peneliti dapat mengidentifikasi varian mana yang lebih dominan (McCoy, et.al. , 2017).

Sebagai suatu contoh, gen Neanderthal mungkin masih melindungi beberapa orang dari penyakit schizophrenia. Sebuah gen yang disebut ADAMTSL3 merupakan faktor resiko yang sudah dikenal dari penyakit schizophrenia, gen ini juga mempengaruhi tinggi badan manusia. Akan tetapi, akibat pengaruh DNA Neanderthal yang masih tertinggal, resiko yang ditimbulkan oleh gen ini menurun dan tinggi badan menjadi meningkat. Akey mengaku terkejut karena ternyata, DNA Neanderthal yang ada dalam tubuh manusia bukan semata-mata sisa hibridisasi yang terjadi 50.000 tahun lalu, tetapi memiliki dampak yang luas dan terukur pada aktifitas gen.

Kebanyakan gen dapat memproduksi berbagai protein berbeda yang manfaatnya beragam bagi jaringan tubuh yang berbeda, bergantung bagaimana sub-unit protein tersebut terangkai. Penelitian Akey menunjukkan bahwa, adanya sisa DNA Neanderthal akan mempengaruhi varian mana dari protein-protein ini yang diproduksi kala ini.

Tony Capra dari Vanderbilt University di Nashville berpendapat bahwa efek-efek ini merupakan hasil dari perubahan pada genetic switch. Genetic switch merupakan mekanisme yang menentukan gen mana yang aktif dan mana yang tidak. Peneltiannya sendiri menunjukkan bahwa Neanderthal memiliki pengaruh pada kelainan-kelainan pada manusia termasuk depresi dan kecanduan.

Perbandingan antara tengkorak manusia modern dan
Neanderthal di Cleveland Museum of Natural History.
Sumber gambar:
http://www.flickr.com/photos/hmnh/3033749380/
Gambar asli oleh  hairymuseummatt
Lisensi Creative Commons
Sementara Sriram Sankararaman dari University of California di Los Angeles berpendapat bahwa varian yang diperoleh 50.000 tahun yang lalu ini (Sankararaman, et.al., 2012) masih mempengaruhi biologi manusia secara umum. Menurutnya, gen Neanderthal yang masih dimiliki oleh banyak orang mempengaruhi banyak karakteristik-karakteristik manusia, dengan mengontrol bagaimana gen diregulasi.

Akan tetapi pengaruh dari kerabat manusia yang telah punah ini jauh lebih kecil pada otak dan testis (Vasudevan, & Steitz, 2007). Menurut Sankararaman, kecilnya pengaruh Neanderthal pada otak dan testis ini menarik. Hal ini dapat memberikan petunjuk mengenai aspek biologis mana yang paling berbeda antara Neanderthal dan manusia modern (Prüfer, et al. , 2014).

Daftar Pustaka

No comments:

ShareThis