Saturday, January 2, 2010

Apakah Dark Matter Memiliki Dampak pada Planet?

Di alam semesta, dark matter (materi gelap) lima kali lebih melimpah dibandingkan dengan materi normal. Tapi, dark matter menjadi teka-teki karena dark matter tidak terlihat dan dapat menembus materi normal. Para astronom mengidentifikasi dark matter dari gravitasi yang dihasilkannya. Gravitasi dark matter menjaga galaxy agar tidak tercerai berai. Selain itu, dark matter dapat memberikan efek yang terukur pada tata surya kita.

Secara khusus, peneliti harus menargetkan Bumi dan bulan, ujar fisikawan Stephen Adler dari Institute for Advanced Study di Princeton. Massa bumi dan bulan akan lebih besar jika diukur bersama dibandingkan jika keduanya diukur secara terpisah. Hal ini terjadi karena adanya halo dark matter diantara keduanya. Adler mencapai kesimpulan ini setelah ia mengukur massa bulan dengan lunar orbiters dan massa Bumi dengan LAGEOS. LAGEOS merupakan nama satelit yang dipergunakan untuk melakukan survey geodesi. Laser yang ditembakkan ke satelit menunjukkan besar jari-jari orbit masing-masing satelit dan berapa lama waktu yang diperlukan oleh masing-masing satelit untuk menyelesaikan orbitnya. Dari pengukuran tersebut, para ilmuwan dapat menghitung besarnya gravitasi yang menarik satelit dan besar massa yang menyebabkan gaya gravitasi tersebut.

Selanjutnya, Adler memeriksa penelitian yang mengukur jarak dari bumi ke bulan. Penelitian ini dilakukan dengan memantulkan sinar laser pada cermin yang ditanam di Bulan oleh misi Apollo. Jika Bumi memberikan gaya tarik yang lebih kuat kuat pada bulan (kira-kira 384.000 kilometer dari Bumi) daripada pada satelit LAGEOS (kira-kira 12.300 kilometer dari Bumi) maka, gaya tarik tambahan ini disebabkan oleh halo dark matter antara bulan dan satelit. Berdasarkan data saat ini, Adler memperkirakan bahwa terdapat paling banyak 24 triliun metrik ton dark matter di antara bumi dan bulan.

Adler juga berspekulasi bahwa dark matter bisa memberikan efek dramatis pada Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus. Keempat planet ini mayoritas tersusun atas gas. Jika gravitasi dari planet-planet besar ini menarik dark matter maka, partikel-partikel dark matter bisa menembus ke dalamnya. Walaupun peristiwa ini langka, tapi peristiwa ini cukup untuk memanaskan bagian dalam planet-planet ini. Hal ini dapat menjelaskan mengapa bagian dalam planet-planet ini lebih panas dibandingkan dengan penjelasan teoritis. Hal ini mungkin juga dapat menjelaskan dinginnya Uranus. Anomali pada planet Uranus mungkin disebabkan oleh tumbukan kolosal. Adler menduga bahwa tumbukan ini telah menyingkirkan sebagian besar dark matter yang telah memanaskan Uranus.

Kemungkinan pemanasan Planet oleh dark matter mungkin juga dapat memberikan petunjuk mengenai sifat-sifat dark matter yang belum diketahui. Misalnya, seberapa sering dark matter bertabrakan dengan materi normal, atau, apakah dark matter bergumpal di sekitar bintang dan planet-planet dan tidak menyebar secara merata di seluruh galaksi, komentar astrofisikawan teoretis Ethan Siegel dari University of Portland. Jika partikel dark matter merupakan antipartikel mereka sendiri, seperti yang diteorikan oleh beberapa ilmuwan maka, energi yang dilepaskan ketika mereka membinasakan diri mereka sendiri akan memanaskan planet jauh lebih dari sekadar tumbukan dengan atom. Skenario semacam itu bermakna bahwa dark matter tidak mungkin bergumpal dalam tata surya kita, karena jika demikian tata surya akan jauh lebih panas.

Astrofisika Annika Peter dari California Institute of Technology bersikap skeptis akan kemungkinan bahwa dark matter dapat mempengaruhi panas dari planet. Menurutnya, proses ini akan membutuhkan jumlah dark matter yang luar biasa banyak. Astronom Andrew Gould dari Ohio State University meragukan bahwa terdapat banyak gumpalan dark matter dalam tata surya kita. Ia berpendapat bahwa interaksi gravitasi dengan planet-planet akan menyingkirkan sebagian besar dark matter. Hal serupa terjadi ketika planet-planet menyingkirkan materi normal yang berada dalam tata surya kita. Namun, Siegel berpikir bahwa ketika sistem tata surya bergerak dalam galaksi dapat terjadi proses accretion. Proses accretion dalam hal ini adalah terjadinya penambahan dark matter akibat gaya tarik gravitasi.

Sampai sekarang keberadaan dark matter tetap misterius. Adler berpendapat bahwa akan sangat menarik jika terdapat halo dark matter di sekitar Bumi. Hal ini akan serupa dengan keberadaan sabuk Van Allen, atau cincin di sekitar Saturnus. Dengan demikian para peneliti akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengungkap misteri dari dark matter.

Friday, January 1, 2010

Mengapa Superconductor menjadi Super?

Artikel ini secara ringkas menjelaskan bagaimana fenomena superkonduksi dapat muncul pada sebuah bahan. Selain itu, artikel ini juga membahas keunikan-keunikan superkonduktor dan pemanfaatan bahan superkonduktor

Munculnya Superconductivity

Pada konduktor biasa energi dari arus listrik terbuang karena electron yang membawa arus bertabrakan dengan ion logam konduktor. Sebaliknya, pada superconductor electron membentuk pasangan Cooper (Cooper pair) dalam satu keadaan kuantum pada tingkat energi terendah. Proses ini dikenal sebagai Kondensasi Bose-Einstein. Aliran Cooper pair ini bergerak sebagai satu entitas. Untuk mengeluarkan satu Cooper pair dari aliran ini, electron harus didorong ke energy quantum state yang lebih tinggi. Sementara, tabrakan dengan ion logam tidak melibatkan cukup energi untuk melakukannya. Oleh karena itu, arus listrik dapat mengalir tanpa kehilangan energi.

Pentingnya Suhu bagi Superconductor

Kebanyakan superconductor saat ini bergantung pada helium cair sebagai pendingin. Pendingin yang sama digunakan oleh Heike Kamerlingh Onnes ketika ia menemukan fenomena superconductivity yang hampir satu abad yang lalu. Helium cair yang mendidih pada suhu 4,2 kelvin menambah biaya dan kompleksitas yang cukup besar untuk membuat sebuah sistem. Superconductor yang paling banyak digunakan adalah niobium alloy. Niobium alloy dapat menjadi superconductor pada suhu 18 Kelvin (dalam keadaan tidak adanya medan magnet). Pada alat-alat yang melibatkan medan magnet yang atau kepadatan arus tinggi, superconductor memerlukan pendingin ekstra untuk mempertahankan superkonduktivitas-nya. Magnet niobium alloy yang sangat kuat milik Large Hadron Collider, misalnya, beroperasi pada suhu 2,9 Kelvin. Material baru yang dapat berfungsi dengan baik di atas titik didih helium cair akan merevolusi aplikasi superconductor.

Levitation

Selain memiliki hambatan listrik nol, bagian dalam superkonduktor juga tidak dapat ditembus medan magnet. Sifat ini disebut Diamagnetisme sempurna. Efek ini dapat membuat sebuah magnet melayang di atas superkonduktor atau, sebuah superkonduktor di atas magnet. Superkonduktor juga dapat melayang di bawah magnet. Superconductor tipe 2 memungkinkan fluks magnet untuk menembus mereka dalam tabung tipis. Gambar berikut ini menunjukkan fenomena levitasi yang terjadi pada bahan superconductor.













Perkembangan Bahan Superconductor

Dalam 98 tahun para ilmuwan telah menemukan berbagai macam bahan yang dapat menjadi superconductor. Bahan-bahan tersebut antara lain:
  1. Mercury (1911): Superconductor pertama ditemukan oleh Heike Kamerlingh Onnes. Ia menggunakan helium cair untuk mendinginkan mercury di bawah suhu transisi superconductor yaitu 4,2 Kelvin.
  2. Niobium Alloy (1941): Penggunaan superconductor dalam industri terjadi setelah tahun 1961. Saat itu, para ilmuwan menemukan bahwa niobium tin (Nb3Sn), yang menjadi superconductor pada suhu 18,3 Kelvin, dapat membawa arus yang tinggi dan tahan terhadap medan magnet besar.
  3. Niobium germanium (1971): Bahan ini (Nb3Ge) memegang rekor temperatur transisi tertinggi antara tahun 1971 hingga tahun 1986.
  4. Heavy Fermion (1979): Superconductor Heavy Fermion seperti uranium platina (UPt3) sangat luar biasa karena memiliki secara efektif memiliki electron ratusan kali massa biasa mereka. Teori konvensional tidak dapat menjelaskan sifat superconductivity materi ini.
  5. Cuprates (1986): Cuprates merupakan superconductor suhu tinggi yang pertama. Bahan-bahan keramik ini dapat didinginkan dengan nitrogen cair, yang mendidih pada suhu 77 Kelvin.
  6. Fullerenes (1991): Solid kristal terbuat dari buckyballs (C60) yang menjadi superconductor ketika didoping dengan atom logam alkali seperti kalium, rubidium dan cesium.
  7. HgBa2Ca2Cu3O8 (1995 ): Didoping dengan talium, cuprate ini memiliki paling suhu transisi tertinggi pada tekanan atmosfer. Pada tekanan tinggi bahan ini menjadi superconductor pada suhu 164 Kelvin.
  8. Magnesium diboride (2001): Suhu transisi yang luar biasa tinggi dari magnesium diboride merupakan kasus luar biasa dari superconductor konvensional.
  9. Iron pnictides (2006): Hideo Hosono merupakan penemu senyawa ini. Senyawa ini merupakan jenis kedua superkonduktor suhu tinggi.
Aplikasi Superconductor

Superconductor konvensional telah diaplikasikan pada berbagai alat, misalnya:
  • akselerator partikel seperti Relativistic Heavy Ion Collider (RHIC) dan Large Hadron Collider. Gambar berikut ini menunjukkan penggunaan superkonduktor pada RHIC
  • Sebagai gyroscopes dan detektor medan magnet dalam Gravity Probe B satellite. Gyroscopes adalah suatu alat untuk mengukur atau mempertahankan orientasi, berdasarkan prinsip-prinsip kekekalan momentum sudut. Bentuk dari Gravity Probe B ditunjukkan pada gambar berikut.
  • atau untuk Magnetic resonance imaging (MRI). Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik pencitraan medis memvisualisasikan struktur internal dan fungsi tubuh. Bentuk dari devais Magnetic Resonance Imaging ditunjukkan pada gambar berikut.
Seiring dengan penyempurnaan proses fabrikasi kawat cuprate, keterbatasan superconductor cuprates berkurang. Perusahaan-perusahaan kini sedang mengembangkan sistem yang besar seperti turbin angin pembangkit listrik dan mesin penggerak kapal. Para ilmuwan berharap bahwa studi tentang pnictides akan membuka jalan bagi penemuan bahan baru dengan suhu transisi yang lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan dengan sifat mekanik cuprate.

ShareThis